1. Apakah tashawwuf itu ?….dan apa hubungannya dengan thariqah?…. Apakah
termasuk bid’ah atau tidak dalam pandangan Islam?…
Jawab : Pada prinsipnya, tashawwuf
adalah istilah untuk sebuah disiplin ilmu dan amaliyah yang muncul sekitar abad
kedua – ketiga hijriyah, tergugah oleh rasa prihatin para ulama’ shalihin pada
saat itu, dimana ummat Islam mengalami kemunduran yang disebabkan berbagai
peristiwa baik sosial, politik, ekonomi maupun budaya. Sehingga nilai nilai
Islam cenderung diabaikan karena begitu kuatnya obsesi duniawi. Bahkan para
ulama’ shalihin dijadikan musuh baik oleh masyarakat maupun pejabat. Diantara
mereka banyak yang dibunuh karena dianggap opposan.
Untuk itulah banyak ulama’ yang shalih
menyinggkir kepinggiran kota bahkan kegunung gunung dan membuat zawiyah (pusat
kegiatan pendidikan dan riyadhah ruhani) dengan disiplin yang ketat mengacu
pada kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya (ahlus shuffah). Dimana
mereka berusaha menata dan memelihara hati agar terhindar dari sifat sifat
tercela dan menghias dengan sifat sifat terpuji seperti ihlas, qonaah, sabar
dll. Intinya adalah mengatur hati agar tidak dikuasai dunia tapi harus
menguasai dunia.
Dari para ulama’ yang sekaligus
Auliya’ (pada masing masing daerah dan zaman) itulah muncul metode metode
khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dimana didalamnya sarat dengan
amalan amalan baik berupa bacaan bacaan dan disiplin latihan atau riyadhah
ruhani dengan tata cara dan syarat syarat tertentu yang mereka tetapkan. Amalan
amalan ini bersumber dari Rasulullah SAW dengan sanad jelas atau silsilah yang
sambung. Amalan seperti inilah yang selanjutnya disebut thariqah. Adapun
thariqah yang mu’tabar / mempunyai sanad yang sambung sampai pada Baginda Nabi
Muhammad SAW jumlahnya sekitar 360 thariqah.
Jadi Tashawwuf itu adalah
teori dan praktek Al Islam dengan acuan utama mencontoh cara hidup dan
kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan thariqah adalah amalan
resminya. Pada zaman Nabi Muhammad SAW istilah tashawwuf mungkin belum ada,
tapi prakteknya sudah ada. Ya sama dengan nama teori dan praktek mengajarkan
baca tulis Al Qur’an, ada Qiroati, Iqro’, Al Barqi dll. Pada zaman Nabi tidak
ada tapi selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan juga bertambah maka
lahirlah istilah dan nama nama tersebut dalam hasanah dunia Islam. Mengapa
tidak dicap bid’ah?….
Kalau setiap hal baru seperti
tashawwuf dicap bid’ah karena tidak ada di zaman Nabi, maka seluruh organisasi
yang ada saat ini bid’ah semua. Seperti organisasi Islam NU, Muhammadiyah,
PERSIS, Hamas, Fatah, FPI, Lasykar Jihad, Jamaah Islamiyah dan lain sebagainya
itu bid’ah juga. Jika setiap bid’ah dhalalah dan masuk neraka, maka semuanya
dhalalah dan masuk neraka.
Demikian juga praktek menentukan awal
dan ahir bulan pada zaman Nabi tidak pakai hisab dan tidak pakai computer.
Berarti yang pakai hisab dan computer itu bid’ah – dhalalah dan masuk neraka
semua. Al Qur’an di zaman Nabi tidak dibukukan, dizaman sahabat dibukukan
diatas lembaran dari bahan kulit dan ditulis tangan kemudian disimpan tidak di
letakkan dimasjid untuk dibaca umum. Sekarang dicetak offset dalam jumlah masal
kemudian disebar di masjid masjid dan mushalla. berarti tidak sama dengan zaman
Nabi dan sahabat. Apakah tidak bid’ah juga ?….
Kesimpulannya, jika tashawwuf dan
thariqah kita lihat hanya dari sebatas nama yang mana hal itu tidak ada dizaman
nabi. Kemudian setiap yang tidak ada di zaman nabi itu bid’ah dhalalah, maka
tashawwuf itu termasuk bid’ah dhalalah, termasuk bid’ah dhalalah juga
organisasi NU, Muhammadiyah, PERSIS dan lain lain karena tidak ada dizaman
nabi.
Jika tashawwuf dan amalannya
(thariqah) kita lihat dari segi isinya, yang mengacu pada kehidupan Rasulullah
dan para sahabatnya, sedangkan thariqah adalah amalan yang jelas sanadnya
sambung pada Rasulullah SAW. maka tashawwuf dan thariqah adalah bagian
terpenting dalam Islam yang harus kita perjuangkan dan pelihara eksistensinya.
2. Dari mana asal usul wirid thariqah
dan apa rahasianya sehingga mempunyai keutamaan beda dengan wirid selain
thariqah ?…
Sebuah bacaan rutin / wirid baru
disebut sebagai wirid thariqah jika bacaan tersebut berasal dari Rasulullah SAW
dengan sanad yang jelas dan shahiih. Wirid ma’tsur yang ada dasar pengambilannya
baik dari Al Qur’an maupun hadits yang disusun dan dibaca oleh seseorang tanpa
sanad yang sambung sampai baginda Nabi SAW seperti bacaan bacaan setelah shalat
( Subhanallah 33X, Alhamdulillah 33X, Allaahu akbar 33X ) dan berbagai bacaan
lainnya yang dibaca sekedar hasil niru saja atau hasil dari membaca kitab kitab
/ buku buku lalu disusun sendiri hukumnya bukan thariqah.
Termasuk juga dzikir
yang dibaca di berbagai majlish dzikir yang disusun oleh seorang tokoh seperti
Ustadz Arifin Ilham dengan Adz Dzikra, maupun oleh tokoh besar seperti Syaikhul
Islam Al Imam Al Ghazali misalnya, juga bukan thariqah. Akan tetapi wirid
tersebut tetap mempunyai keutamaan sesuai janji Allah dan Rasul-Nyaj juga
sesuai dengan derajat perintis dan pembacanya. Sedangkan wirid thariqah
disamping mendapatkan keutamaan dan pahala sebagaimana tersebut diatas, juga
mendapatkan pahala dan keutamaan tambahan, yaitu pahala dan keutamaan serta
keistimewaan dari sanad yang sambung dengan Rasulullah SAW.
Sanad thariqah ada dua
macam. Yaitu sanad hissy dan sanad barzakhy. Sanad hissy artinya sanad ijazah /
izin yang diberikan oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Seperti
sanad Thariqah Qadiriyah asalnya dari Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali bin
Abi Thalib Karramallaahu wajhahu, sedangkan Sayyidi Syeikh abdul Qadir Al
Jailani hanyalah pelanjut, dimana dia mendapatkan ijazah dari Wali yang menjadi
guru beliau kemudian beliau amalkan dan kembangkan sehingga selanjutnya amalan
tersebut dinisbatkan pada beliau.
Demikian juga Thariqah
Naqsyabandiyah, aslinya yang mendapatkan langsung adalah Sahabat Abu Bakar Al
Shiddiq ra. yang selanjutkan diijazahkan kepada S. Salman Al Farisy lalu pada
Imam Ja’far Shadiq yang ahirnya sampai pada Sayyidi Syeikh Bahauddin Al
Naqsyabandy. Beliau menghidupkan lagi dan memasyrakatkannya dengan gencar.
Sehingga selanjutnya disebut thariqah Al Naqsyabandiyah.
Adapun sanad barzakhy
adalah sanad ijazah wirid yang diperoleh dari Rasulullah SAW melalui pertemuan
langsung dalam sadar / bukan mimpi setelah beliau wafat. Sanad barzakhy diakui
dan diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh kalangan muhaqqiqiin dan ‘arifiin.
Diantara thariqah yang
sanadnya didapat secara barzakhi adalah thariqah At Tijany. Hal ini yang
menjadi salah satu keistimewaan thariqah At Tijany, yaitu sanadnya langsung
dari Rasulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra, tanpa perantara
(bukan dari sesama Wali) sehingga sanad yang sampai pada kitapun sangat dekat
dengan Baginda Rasulullah SAW.
3. Selain dasar Al
Qur’an dan Hadits, apa yang menjadi bukti kebenaran dan keistimewaan wirid
thariqah ?..
Bukti yang paling jelas
diantaranya adalah, adanya perubahan tingkah laku pengamal thariqah yang secara
bertahap namun pasti. Dari ahlak yang jelek, kasar dan tidak peduli dengan
agama, berubah menjadi baik, lembut, kasih sayang pada sesama dan perhatian
penuh pada seluruh aspek agama.
Bagi mereka yang benar
benar istiqamah, pada saat yang dikehendaki oleh Allah SWT mereka akan mendapat
anugrah predikat sebagai wali / kekasih Allah SWT dan sebagai bukti
kewaliannya, Allah SWT memberi mereka kekaramatan baik hissy maupun ma’nawy.
Dari mereka inilah memancar sinar keimanan yang begitu kuat dan dahsyat
sehingga mampu menembus berbagai demensi pada seluruh mahluk disekitarnya.
4. Bagaimana hukumnya
melakukan wirid dengan batasan batasan tertentu, seperti jumlah dan waktu
tertentu. Apakah ada di zaman Nabi atau tidak ?….
Hadits Nabi yang menganjurkan amalan
wirid / dzikir dengan jumlah tertentu sangat banyak kita temui dalam berbagai
literature dan kitab hadits, diantaranya :
وعن ابي هريرة رضي الله عنه قا
ل : قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : “من سبح الله فى د بر كل صلاة ثلاثا
وثلاثين ، وحمد الله ثلاثا وثلاثين ، وكبر الله ثلاثا وثلاثين ، وقا ل تمام المائة
: لااله الا الله وحد ه لا شريك له له الملك وله ا لحمد ، وهو على كل شيئ قد ير،
غفرت خطا يا ه وان كا نت مثل زبد البحر“. ( رواه مسلم )
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah
ra: Bersabda Rasulullah SAW “Barangsiapa bertasbih 33X pada setiap selesai
shalat, dan bertahmid 33X, bertakbir 33X, dan membaca laailaaha illallahu
wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli
syai’in qodiir digenapkan 100X, maka Allah mengampuni dosanya walaupun sebanyak
busa di lautan. (HR. Muslim)
وعن ابي هريرة رضي الله عنه قا
ل : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : “والله اني لاستغفر الله واتوب اليه
فى اليوم اكثر من سبعين مرة” ( رواه البخا ري ) وفى رواية مسلم “ما ئة مرة“.
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah
ra: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda”: “Demi Allah saya (Rasulullah SAW)
selalu mohon ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali”
(HR. Bukhari ) dalam hadits riwayat Imam Muslim 100X.
قا ل رسول الله صلى
الله عليه وسلم : “ا حب الاعما ل الى الله أدومها وان قل“ز ( روه البخا ري و مسلم )
Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan
(amal) yang paling disenangi oleh Allah adalah rutin / dawam atau istiqamahnya,
walaupun sedikit”. ( HR. Bukhari dan Muslim ) .
Masalah ditentukan waktunya, juga
banyak riwayat hadits yang menjelaskan waktu waktu maupun tempat istijabah
untuk berdoa dan beribadah. Waktu yang sangat baik untuk munajat kepada Allah
SWT pada 1/3 malam terahir, pagi dan sore, bulan Ramadhan, hari jum’at
sebagaimana hadits Nabi SAW :
وعن أوس بن أوس رضي الله عنه قا
ل : قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” ان من أفضل ايا مكم يوم الجمعة ،
فأكثروا علي من الصلاة فيه ، فا ن صلاتكم معروضة علي” فقالوا : يا رسول الله ،
وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد ارمت؟…. قا ل: يقول : بليت ، قا ل :”ان الله حرم على
الارض أجسا د الانبياء “( رواه ابو د اود )
Diriwayatkan oleh Aus bin Aus RA :
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya hari yang paling utama bagimu adalah
hari Jum’at. Maka perbanyaklah membaca shalawat untukku didalamnya.
Sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku”. Para sahabat bertanya : Ya
Rasulallah, Bagaimanakah shalawat kami disampaikan kepada Tuan, padahal Tuan
sudah berkalang tanah?… Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT
mengharamkan bagi tanah untuk makan jasad para Nabi”. ( HR. Abu Daud ).
Sedangkan tempat istijabah untuk
berdoa, selain di Haramain Al Syarifain (Mekkah dan Madinah) juga di masjid
masjid, termasuk juga didalam rumah dianjurkan untuk dijadikan tempat ibadah
seperti shalat dan baca Al Qur’an agar bercahaya dan hidup tidak seperti
kuburan.
5. Bagaimana hukumnya berdzikir dan
menghitung jumlah bacaannya dengan pakai tasbih ( alat hitung ), apakah
termasuk bid’ah atau tidak ?…
Sebagaimana jawaban penulis terhadap
pertanyaan terdahulu. Kalau berpendapat bahwa segala sesuatu yang tidak ada
pada zaman Nabi SAW itu bid’ah, dhalalah dan haram hukumnya, maka pakai tasbih
/ alat hitung lainnya juga bid’ah, dhalalah dan haram hukumnya. Bid’ah,
dhalalah dan haram juga khutbah jum’at dan shalat jum’at pakai sound system.
Demikian juga termasuk bid’ah menentukan awal dan ahir bulan Ramadhan pakai
telescope dan menghitung ( hisab ) pakai computer dan alat lainnya seperti
dilakukan oleh PP. Muhammadiyah setiap tahunnya.
Tapi kalau mengacu pada hadits Nabi
yang menentukan jumlah bacaan 33X, 70X, 100X dan lain sebagainya, kemudian
memakai alat hitung untuk memudahkan dan memelihara kehusyu’an, maka hukumnya
boleh bahkan dianjurkan.
Ketika I’tikaf di masjid Al Haram
Mekkah, penulis pernah ditegor oleh seorang pemuda terpelajar Saudi yang
memberi peringatan pada penulis agar sebaiknya menghitung dzikir dengan ruas
ruas jari tangan saja karena kata dia, dengan merujuk pada sebuah riwayat
hadits bahwa ruas ruas tulang dan sel sel daging selalu bertasbih kepada Allah
SWT.
Penulis jawab tegoran tersebut dengan
merujuk pada firman Allah SWT :
سبح لله ما فى
السموت والارض وهو العزيز الحكيم ، ( الحد يد : 1)
“Segala sesuatu yang ada di langit
dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksanan”. ( QS. Al Hadid ).
Kalau alasannya menghitung dengan ruas
ruas jari adalah karena tasbihnya, sedangkan benda benda diseantero jagad raya
juga sama sama bertasbih kepada Allah SWT. maka pakai tasbih (alat hitung)
lebih utama. Sebab kalau pakai tangan hitungannya hanyalah tasbih kita saja,
tapi kalau pakai alat / benda, benda benda yang kita pakai berdzikir akan
sangat berterima kasih kepada kita dan so pasti mendoakan kita juga dengan
dzikirnya kepada allah SWT agar kita tambah rajin wirid dan memakai benda
tersebut sebagai alat dan temannya.
6. Untuk memasuki atau mengikuti dan
mengamalkan ajaran thariqah, seseorang harus berbai’at dulu. Bagaimana hukumnya
dan apa dasar hukumnya? …
Bai’at artinya perjanjian setia lahir
batin, sehidup semati serta siap berbuat dan menanggung resiko apa saja sebagai
akibat dari perjanjian tersebut. Orang yang mau masuk suatu thariqah apapun
namanya harus bai’at dulu. Yaitu ikrar janji setia kepada Allah SWT melalui
Guru / Syeikh (Mursyid atau Muqaddam thariqah) bahwa dia akan berusaha
semaksimal mungkin untuk melaksanakan seluruh kewajiban Syariat Islam dan
menjauhi semua larangannya serta memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan
oleh thariqah yang dianutnya.
Praktek dan istilah bai’at sudah ada
sejak zaman Nabi SAW hidup. Dalam sejarah ketika Fathul Makkah, dikatakan bahwa
penduduk Mekkah ramai ramai bai’at masuk Islam kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW, ketika Sahabat Utsman bin Affan ra. ditawan dan dijadikan sandra,
Rasulullah SAW menyerukan jihad untuk membela Utsman. Lalu para sahabat ramai
ramai bai’at pada Nabi dibawah pohon di Hudaibiyah, demikian juga dalam
berbagai kesempatan lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an:
ان الذ ين يبا يعونك
انما يبا يعون الله ، يد الله فوق ايد يهم ، فمن نكث فا نما ينكث على نفسه ، ومن
اوفى بما عهد عليه الله فسيؤتيه اجرا عظيما . ( الفتح : 10 )
“Bahwasanya orang orang yang
berbai’at ( berjanji setia) kepada kamu, sesungguhnya mereka berbai’at kepada
Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka,maka barangsiapa yang melanggar
janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri,
dan barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya
pahala yang besar”. (QS. Al Fath : 10 ).
لقد رضي الله عن
المؤمنين اذ يبا يعونك تحت الشجرة فعلم ما فى قلوبهم فانزل السكينة عليهم واثا بهم
فتحا قريبا . ( الفتح : 18 )
“Sesungguhnya Allah benar benar
ridha kepada orang orang mu’min, ketika mereka berbai’at (berjanji setia)
kepadamu dibawah pohon.maka Allah mengetahui apa yang ada dihati mereka,
kemudian Allah menurunkan ketenangan pada hati mereka dan memberi balasan untuk
mereka berupa kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. Al Fath : 18 )
Ulama beda pendapat dalam menyikapi
hukumnya bai’at. Ada yang mewajibkan dan ada yang menyatakan sunnah. Tapi pada
prinsipnya bai’at itu adalah bagian dari syariat islam dan sunnah Nabi Muhammad
SAW.
7. Bagaimana hukumnya masuk salah satu
thariqah Mu’tabarah dan mengamalkannya, apakah wajib atau sunnah atau makruh
atau mubah ?…
Jawab : Kalau yang
dikehendaki masuk thariqah itu belajar membersihkan hati dari sifat sifat yang
rendah, dan menghiasnya dengan sifat sifat terpuji, maka hukumnya fardu ‘ain
(wajib bagi setiap orang). Sebagaimana hadits Nabi SAW : “Menuntut ilmu
diwajibkan bagi orang Islam baik laki laki maupun perempuan.
Tetapi kalau yang
dikehendaki masuk thariqah mu’tabaroh itu khusus untuk dzikir dan wirid, maka
termasuk sunnah Rasulullah SAW. adapun mengamalkan dzikir dan wirid setelah
bai’at. Maka hukumnya wajib untuk memenuhi janji. Dan tentang Mursyid/Muqaddam
menalqinkan (mengajarkan) dzikir dan wirid kepada para murid maka hukumnya
sunnah karena sanad thariqah kepada Rasulullah SAW itu sanad yang shahih.
Keterangan ini diambil dari kitab Al Ma’ariful Muhammadiyyah hal.81 dan Al
Adzkiya’. (Hasil keputusan Mu’tamar ke 1 Jam’iyyah Ahlu Thariqah Al Mu’tabarah
An Nahdliyah di Tegal Rejo Tgl: 18 – 3 – 1377 H. / 12 – 10 – 1957 M.)
8. Bagaimana hukumnya
masuk dan mengamalkan wirid salah satu thariqah mu’tabarah, kemudian orang
tersebut berhenti mengamalkan ( keluar / batal thariqahnya ), apakah ada sangsi
/ resiko bagi orang tersebut ?……
Jawab : Masuk
thariqatul auliya’ yang dinyatakan dengan bai’at (ikrar janji setia kepada
Allah SWT melalui Mursyid atau Muqaddam yang punya izin dan sanad shahiih /
sambung sampai ke Rasulullah) kemudian keluar / ingkar janji hukumnya dosa
besar, bahkan terancam mati suul khatimah, karena dalam thariqah dan amalannya
terdapat banyak asrar ar rabbany (rahasia ketuhanan). Ibaratnya sama dengan
orang masuk jadi anggota meliter kemudian desersi (lari dari tugas / berhenti)
resikonya sangat besar, karena orang tersebut telah banyak tahu rahasia negara.
Lain halnya kalau hanya
bekerja di perusahaan swasta, keluar masuk / pindah beberapa kali dalam sebulan
tidak ada resikonya. Tapi kalau diterima jadi pegawai negri sipil saja
misalnya, yang mana penerimaan tersebut melalui proses sumpah jabatan dan mendapat
SK pengangkatan, orang tersebut tidak bisa seenaknya keluar begitu saja.
Aapalagi diterima jadi anggota meliter, jangankan balelo, terlambat datang
upacara saja sudah dihukum berat. Demikian juga masuk anggota thariqahnya Wali
Allah, mereka sebenarnya masuk dalam barisan tentara Allah.
Lebih jelasnya silahkan telaah dengan
teliti kitab Al Faidhur Rabbany yang disusun oleh Syeikh Umar Baidhawi
Basyaiban halaman : 27.
9. Bagaimana
hukumnya orang yang mengajarkan ilmu haqiqah, sedangkan ia sendiri tidak
mengerjakan syariat agama Islam ?…
Jawab :
Hukumnya haram dan menjadi sesat dan menyesatkan serta salah satu bentuk
penyelewengan dalam Agama. Dan orang yang bertashawwuf tanpa mengamalkan
syariat itu kafir zindiq. Sebaliknya orang yang melaksanakan syariat tanpa
tashawwuf cenderung fasiq. (Keterangan diambil dari kitab Kifayatul Atqiya’)
dari hasil Mu’tamar yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar